Precaution :
Penulis tidak
bertanggung jawab akan adanya perasaan yang tergores karena membaca tulisan
ini, maupun air mata dan darah yang menetes karena luka-luka lama yang terbuka
kembali. Bila sakit berlanjut, hubungi dokter atau RT RW setempat.
Waktu berlalu,
cerita-ceritaku pun akhirnya terhenti. Sembari aku menghisap Boldku ini, aku
mencoba menorehkan lagi tinta-tinta hitam yang mewakili rasa dan asa yang
berkecamuk di dalam dada. Entah mengapa, tanganku tetap menggoreskan namamu,
nama yang telah merobek dan memutilasi hati dan perasaan yang dimana hanya ada
namamu yang tertulis disana. Kata mereka, aku harus berhenti, karena bila tetap
kuteruskan, maka hatiku akan hancur berkeping-keping dan waktuku pun akan
terbuang percuma. Pada awalnya, aku tidak mengindahkan kata-kata mereka, karena
aku berpikir bahwa aku masih bisa melanjutkan usahaku untuk membacamu. namun
ternyata membacamu adalah sandi yang benar-benar terenkripsi dan hanya kamu
yang memiliki decryptornya.
Hatiku mulai
tersadar, mataku pun juga mulai terbuka. Hatiku sedikit tersadar akan buaian
buaian mimpi indah yang pada akhirnya hanyalah terasa seperti air accu yang sedikit demi sedikit
menghancurkan kain putih yang aku miliki. Matakupun mulai bisa membaca dan
otakku pun mulai bisa menggunakan logika lagi, bahwa kita tidak pernah berada
dalam satu halaman yang sama, yang memungkinkan kita berkolaborasi menuliskan
cerita-cerita indah yang hanya kita yang tahu apa kisah tangis dan tawa dibalik
kolaborasi itu.
Pada akhirnya,
hanya akulah yang menulis cerita itu. Cerita yang sebenarnya bukanlah sebuah
cerita fiksi, namun angan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih itu hanya tetap
akan menjadi sebuah mimpi. Ketika aku menulis cerita ini pun, aku hanya
menggunakan satu tangan, ketika tangan yang lain mencoba menggapai tangan yang
lain untuk berkolaborasi, atau bisa dikatakan seperti bertepuk tangan, namun
hanya dengan satu tangan. Tidak akan ada hasilnya. Percuma bila tetap
dilanjutkan.
Sekarang aku
sadar, aku tidak memiliki jalan lain lagi selain pergi dari sekarang, toh, dia
memiliki cara sendiri untuk bahagia dan akupun memiliki cara lain untuk mencoba
membahagiakan diriku sendiri. Kutarik kembali janjiku untuk menunggumu sampai
kamu bisa melihat lagi, karena selama ini menunggupun kurasa tidak akan ada
hasilnya jika tidak pernah sejalan dari awal, yang ada hanyalah membuatku putus
asa dan menyakiti diriku sendiri. Semuanya hanya akan terbuang percuma, seperti
saus dan sambal sisa French Friesmu
ketika udara telah memenuhi pembungkus makananmu itu.
Lalu sebagai
penutup cerita, aku hanya memiliki satu pertanyaan; Akukah yang sebegitu buta
mencintaimu sehingga tidak mengindahkan semuanya, atau kamulah yang benar-benar
buta?
No comments:
Post a Comment